Situ Ciharus, Ranu Kumbolo Jawa Barat

Jika hobi melakukan kegiatan alam bebas seperti naik gunung, pasti bakal sangat senang bila menemukan mata air. Apalagi danau! Seperti yang saya rasakan setelah naik gunung Rakutak di Kecamatan Pacet, Kabupaten Bandung Selatan, Jawa Barat.

Jalan Siratal Mustaqim

Track Siratal Mustaqim

Memulai pendakian dari Desa Sukarame, Kecamatan Pacet. Sebenarnya jika menyebutkan daerah kecamatan-nya (Kecamatan Pacet), masyarakat umum tidak banyak yang mengetahui persis dimana lokasi itu berada. Kami menyebutnya Ciparay, karena lebih banyak orang yang mengenal Kecamatan Ciparay. Meskipun orang Ciparay-nya sendiri banyak yang tidak tahu dimana lokasi awal pendakian Gunung Rakutak. Itulah yang membuat saya dan teman-teman pendaki lain tersesat di Ciparay Kota. Saking pangling-nya, kami tersesat sampai Kecamatan Majalaya.

“Gunung Calutak teh di palih mana kang?”*

*(gunung calutak tuh disebelah mana kang?)

Tanya tukang angkot yang mengantarkan kami ke desa awal pendakian. Kami terkekeh! terlebih Calutak dalam bahasa Sunda memiliki arti ngelunjak!

Gunung Rakutak memiliki ketinggian 1921 Mdpl. Dengan nama yang terdengar asing itu, dan ketinggian yang tidak terlalu menjulang seperti gunung Cikuray di Garut, atau gunung Ceremai di Kuningan, saya awalnya hanya menganggap bahwa perjalanan ini bakal mudah dilalui. Ternyata salah besar! Pelajaran yang saya ambil dari pendakian ini: “jangan pernah menganggap remeh gunung hanya dari ketinggiannya!”

Track yang kami lalui relatif “ngos-ngosan!” dengan sudut kemiringan kurang lebih 60 derajat. Sepanjang perjalanan, hanya sedikit lahan landai yang kami temui. Bila saya bandingkan, track gunung Cikuray tidak sebanding dengan ini. Pikir saya sepanjang jalan. Cikuray hanya jauh, maka gunung Rakutak juara dengan track curam-nya meskipun pendek.

Setelah Melewati Siratal Mustaqim

Setelah Melewati Siratal Mustaqim

Gunung Rakutak memiliki 3 puncak, dengan jarak yang berbeda tentunya, antara satu puncak dengan puncak lain. Sangat dianjurkan untuk selalu waspada ketika melakukan pendakian, karena track akan sangat licin bila hujan. Terlebih, sepanjang track begitu banyak jurang yang dilalui. Terdapat juga track yang hanya memiliki lebarnya tidak lebih dari setengah lebar trotoar kota, bernama Jembatan Siratal Mustaqim. Saya sangat mengerti mengapa orang menamainya seperti itu! Track tersebut membuat saya ingin istigfar setiap langkahnya, lantaran dengan track sesempit itu, kita berada di punggungan gunung yang sisi kanan nya merupakan daerah administratif Kabupaten Garut, dan sebelah kiri nya daerah administratif Kabupaten Bandung dengan hembusan angin yang sewaktu-waktu bisa menghempaskan kita ke jurang. Astagfirullah…

Saya baru mengerti selama melakukan tracking, kenapa kecamatan administratif gunung Rakutak bernama Kecamatan Pacet. Ternyata memang terdapat binatang pacet, yang dalam bahasa Indonesia berarti lintah. Tips untuk terhindar dari binatang ini adalah, sebelum melakukan pendakian, oleskan body lotion anti nyamuk pada bagian tubuh yang sering dihinggapi lintah, seperti kaki dan pergelangan tangan.

Setelah sampai puncak, kami menikmati beberapa teguk air untuk melanjutkan perjalanan menuju Danau Ciharus. Ditambah memang pada saat kami melakukan pendakian, hari sedang hujan dan puncak pun ditutupi oleh kabut. Tidak banyak yang dapat kami nikmati diatas sana, maka kami putuskan untuk kembali berkemas dan melanjutkan perjalanan menuju Danau Ciharus.

Hujan dan Berkabut

Hujan dan Berkabut

Track menuju ujung gunung relatif landai, kami merasa senang dengan hal ini. Terlebih, saya diberi tahu bahwa dari Gunung Rakutak ke Danau Ciharus melalui track menurun. Lagi-lagi saya salah beranggapan, menurun seperti apa yang saya senangkan! Saya lupa bahwa hari itu sedang hujan, track pun menjadi sangat licin. Ditambah track menurunnya tidak seperti yang saya bayangkan. Saya berani menyebutkan bahwa track-nya lebih parah daripada kemiringan pendakian!

Kebiasaan saya yang selalu merencanakan perjalanan, saya menyempatkan untuk mencari referensi mengenai apapun yang berhubungan dengan gunung Rakutak dan danau Ciharus. Namun ternyata referensi yang saya baca kurang mendeskripsikan bagaimana sudut kemiringan track menurun tersebut.Hal lain yang saya baca, setelah mencapai lembah gunung, saya hanya dituntut untuk mengikuti jalur air. Track relatif berair. Anggapan saya: “Mungkin cuma becek, disini kan emang sering turun hujan!” ternyata salah lagi! “Relatif berair” disini ternyata sungai! Saya dan teman-teman yang lain pun menerjang sungai dengan rata-rata kedalaman se-betis sampai se-lutut.

Track"relatf berair" -_-

Track “relatf berair” -_-

Perjalanan terasa tanpa akhir, karena kami telah tracking lebih dari 4 jam dari puncak gunung Rakutak. Perjalanan terakhir kami tidak lagi melewati air namun track biasa, masuk ke pedalaman hutan. Puji syukur pun dipanjatkan setelah ujung track hutan tersebut terdengar suara air terjun, itu berarti perjalanan kami telah sampai di danau Ciharus. Dan Subhanallah, Ranu Kumbolo-nya Jawa Barat!

Sampai Juga!

Sampai Juga!

Sebelum Sunrise

Sebelum Sunrise

What a Lovely Lake!

What a Lovely Lake!

Berjemur di Pinggir Danau

Berjemur di Pinggir Danau

Menggenggam Matahari

Menggenggam Matahari

Setelah sampai di Danau Ciharus, heavy breathing! Meskipun airnya tidak sedingin Ranu Kumbolo. Dan jangan khawatir bila kekurangan air bersih, karena di sungai danau terdapat 3 mata air bersih dengan suhu yang lebih dingin. Hal yang harus diwaspadai disini adalah pintar-pintarlah memilih tempat untuk camping, jika tidak, bersiaplah untuk diseruduk oleh kerbau liar seperti tenda kelompok pendaki yang telah menetap selama dua hari disana. Mereka mendirikan tenda tepat di jalur kerbau liar turun untuk minum air. Lucu tapi deg-degan juga! :mrgreen:

Lagi-lagi hal yang sering terjadi di alam bebas di Indonesia. Yaitu Sampah! Sebenarnya harus pakai jurus apa lagi untuk mewanti-wanti para penggiat alam yang gemar membuang sampah ini? Ditambah dengan sampah-sampah bekas nasi yang tidak termakan, mungkin bekas pencucian perabotan nesting, merusak keindahan pemandangan air. Tanpa menyalahkan, kami membawa sampah yang terdapat disana se-mampu kami. Lestari alam bukan berawal dari saling menyalahkan.

Bermalam satu malam cukup mengobati lelah kami. Kami melanjutkan perjalanan menuju track yang tidak begitu terjal di awal, malah kebanyakan landai sampai kami bisa berlari. Kami menuju daerah Kamojang, Garut, dengan berjalan kaki. Disana adalah lokasi Geothermal milik Pertamina.

Hello World!

Hello World!

Jembatan Pipa

Jembatan Pipa

Salah satu yang menarik dari lokasi Geothermal ini adalah, kita dapat melewati jembatan sempit yang diapit dengan pipa besar. Kita bisa berfoto disana, meskipun pipa tersebut banyak dipenuhi dengan coretan alay~

Pesan: Jika tidak bisa menjaga lingkungan, mending jangan ke gunung Rakutak atau Danau Ciharus! Jadilah pecinta alam yang baik, bukan hanya untuk gaya-gayaan, tapi cintai alam dengan hati! 🙂

Kalian bisa menikmati hasil kamera saya melalui instagram saya disini, atau klik salah satu foto di sebelah kanan. Mau kenal lebih jauh? Follow juga twitter saya disini! Salam lestari!